Pengujung sidang terdakwa penzinahan terhadap santriwati, harus di hukum berat.n

 Daerah, Hukum

Mangelang, matapost.com.

Sidang berlanjut di Pengadilan Negeri Magelang, belum ada putusan oleh Hakin terhadap terdakwa dalam persidangan.

Bahkan sidang ini sudah 7 kali sidang, tetapi belum ada pemutusan pada terhakwa.

Bahkan dari korban oleh terdakwa ini, ada kemungkinan pihak hakim bermain pasal untuk meringankan terdakwa.

“Kami juga minta pada Hakim ketua agar jangan sampai meringankan pada terdakwa  terdakwa pelaku penzinahan terhadap santriwati”, tutur Darisman, SH, pengujung.

Menurut Darisman SH, bahwa sidang Ke 7(tuju) Terdakwa Hadirkan Saksi Ahli DI Pengadilan Negeri Kota Mungkid Kabupaten Magelang, selasa (07/01).

Sempat menjadi heboh kekerasan seksual terhadap santriwati yang dilakukan oleh Pengasuh Pondok Pesantren terjadi kembali di Tempuran Kabupaten Magelang.

Sampai sekarang masih berproses di Pengadilan Negeri Kota Mungkid. Pada hari ini Senin 6 Januari 2025 sekira pukul 13.00 di lakukan sidang lanjutan kekerasan seksual.

Terhadap santriwatinya ruang utama Pengadilan Negeri Kota Mungkid – jalan Soekarno – Hatta, dengan terdakwa KH. Ahmad Labib Asrori Pengasuh Pondok Pesantren Irsyadul Mubtadi’ien Tempuran.

Perlu diketahui terdakwa adalah seorang ulama yang cukup dikenal, mantan Ketua DPRD Kabupaten Magelang serta pernah menjabat sebagai pengurus PKB dan NU Kabupaten Magelang.

Sidang lanjutan ke 7 kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum terdakwa.

Saksi ahli Forensik dan saksi fakta yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa Satria Budi , S.H, dan rekan.

Saksi Ahli Forensik Medikolegal dr. Gatot Suharto, S.H., Sp.FM
Juga sebagai Dosen/ Akademisi Universitas Diponegoro dan sebagai Praktisi di Akpol Semarang.

Sidang lanjutan Kekerasan Seksual Terhadap Santriwati hari ini dinyatakan Tertutup.

Untuk Umum oleh Ketua Majelis Hakim Fahrudin Said Ngaji, S.H., M.H dan didampingi oleh Aldarada Putra, S.H., Alfian Wahyu Pratama, S.H sebagai hakim anggota. Serta panitera pengganti Ario Legowo, S.E., S.H.
Jaksa Penuntut Umum Aditya Otavian, S.H dan Naufal Ammanullah, S.H.

Saat awak media mengkonfirmasi kepada Jaksa Penuntut Umum Aditya mengatakan bahwa sidang kali ini agendanya mendengar kan keterangan Saksi ad charde  saksi meringankan.

Sedangkan terdakwa didampingi Penasehat Hukum Satria Budi, S.H dan rekan.
Di luar ruang sidang terlihat masa Gerakan Pemuda Ka’bah [GPK]

Aliansi Tepi Barat yang dipimpin langsung oleh Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s Komandan GPK. Memang.

Sejak dari awal proses pendampingan terhadap 4 korban kekerasan seksual di Pondok Pesantren Irsyadul Mubtadi’ien Tempuran bergulir di Aparat penegak hukum, GPK Aliansi Tepi Barat beserta LBH Bumi.

LSM Sahabat Perempuan Magelang konsisten mendampingi dan/atau mengawal dalam mendapatkan keadilan.

Begitu juga hadir Kuasa Hukum 4 Korban adalah Ahmad Solihudin, S.H., Aris Widodo, S.H., Azis Nuzula, S.H., MP Sianturi, S.H., Hifzhan Rahma Wijaya, S.H., Gunawan Pribadi, S.H., Bagyo Priyo Utomo, S.H., M.Kn dan rekan.

Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s Komandan Gerakan Pemuda Ka’bah [GPK] Aliansi Tepi Barat menjelaskan kepada awak media, bahwa sidang yang ke 7 kali ini.

Saya bersama rekan rekan GPK kurang lebih sekitar 100 orang akan terus mengawal hingga majlis hakim memutuskan sangsi yang berat sesuai harapan kami dan rekan rekan.

Serta putusan tersebut sesuai pasal dan undang undang yang berlaku ” ucap Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s.
Ia menambahkan, dengan di hadirkannya saksi ahli.

Harapan saya beliau bisa meberikan kesaksian serta keterangan yang benar benar adil dan jujur sesuai keilmuannya. Ingat di tahun 2022 sudah pernah terjadi di Pondok Pesantren Ar rosyidin –

Tempuran. Dan sudah di vonis 14 tahun kurungan penjara. Sekarang tahun 2024 terjadi di Pondok Pesantren Irsyadul Mubtadi’ien yang tersangka nya Pengasuh Pondok, sekarang jadi terdakwa KH. Ahmad Labib Asrori.

Bahkan tahun 2025 terindikasi kekerasan seksual yg dilakukan Pengasuh Pondok Pesantren lagi di wilayah kecamatan tempuran.

Ini kejadian sangat biadab dan tidak berprikemanusiaan. Lalu bagaimana kami selaku orang tua ingin memasukkan anaknya ke Pesantren jika tidak adanya peran serta dan pengawasan Pemerintah.” tambahnya.

Ahmad Sholihudin, S.H selaku koordinator Kuasa Hukum 4 korban kepada awak media mengatakan bahwa kekerasan seksual sering kali terjadi dalam relasi kekuasaan, terutama dilingkup Pondok Pesantren.

Perlu adanya percetakan dalam peraturan turunan Undang-undang TPKS, penguatan sistem hukum yang berperspektif pada korban dan adil gender.

Serta pendidikan seksual yang inklusif dan berbasis HAM untuk efektifitas pencegahan dan penanganan TPKS.

Menurutnya tantangan terbesar dalam TPKS adalah perspektif aparat penegak hukum yang sering membebani korban dalam pembuktian kasus.

Jadi Kekerasan Seksual yang kerap terjadi dikarenakan budaya patriarki. Budaya inilah yang menyebabkan ketidak

Adilan gender dan diskriminasi terhadap perempuan. Pasca disahkannya UU TPKS banyak korban mulai berani berbicara, meskipun masih menghadapi tantangan seperti Kriminalisasi dan intimidasi.

Undang-undang TPKS mengatur sembilan bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan fisik dan non fisik.

Pemaksaan kontasepsi, sterilisasi, perkawinan paksa, penyiksaan, eksploitasi, perbudakan, dan kekerasan berbasis elektronik, kata Ahmad Solahudin, S.H.

Jaksa Penuntut Umum Aditya Otavian, S.H kepada awak media menjelaskan hasil dari sidang keterangan saksi ahli dan saksi meringankan yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum terdakwa sudah selesai.

Kemudian apabila tidak ada halangan sesuai dengan jadwal, maka pembacaan tuntutan akan dilaksanakan pada tanggal 13 Januari atau Senin depannya. Hari ini hadir dua saksi, satu saksi ahli Forensik dan sanksi meringankan.

Satu orang ahli dari kedokteran forensik, spesialisasi ilmu Medikolegal, dia menjelaskan bahwa Visum Et Repertum yang dilakukan pada saat pemeriksaan korban itu jangka waktunya terlalu lama, antara peristiwa dengan dilakukan Visum.

Terus didalam hasil Visum Et Repertum [VER] ditanda tangani oleh Direktur Rumah Sakit Merah Putih, yang mana ahli berpendapat bahwa itu merupakan hal yang tidak lazim.

Karena Visum itu harus ditandatangani oleh dokter yang memeriksa.

Tetapi setelah kita dalami dalam persidangan tidak memiliki konsekuensi hukum, artinya administrasinya mungkin ada kesalahan, ini versi ahli ya.

Tetapi tidak merubah hasil, jadi hasilnya ini benar seperti itu. Bahwa itu ada kekerasan seksual.

“Saya juga menjelaskan bahwa mulai dari pukul 2 sampai pukul 10 itu merupakan hasil seksual interval artinya terjadi hubungan seksual, tidak bisa disebut bahwa itu dari jari tangan atau masturbasi,” jelasnya.

Aditya Otavian menambahkan bahwa saksi yang kedua adalah saksi meringankan, ya itu istrinya Pak Labib.

Kemudian tadi diperiksa menjelaskan saja bahwa Labib sudah mengundurkan diri dari jabatan dan menyesali perbuatannya. Tapi kita tadi keberatan untuk dilakukan sumpah kepada saksi meringankan.

Jadi keterangan yang dia sampaikan hanya keterangan saja, tapi keterangannya itu Nol. Karena tidak dilakukan penyumpahan, tambah Aditya pada awak media.

( Bambang / Dono )

Author: 

Related Posts

Tinggalkan Balasan